Gaya Hidup Sederhana dalam Islam

Pada 14 Oktober 2022 yang lalu, menjadi momen yang langka, Presiden RI, Jokowi memanggil seluruh pejabat tinggi Kepolisian Republik Indonesia (Polri) ke Istana Negara. Ada hal yang menarik karena seluruh tamu undangan tersebut dilarang untuk membawa ponsel, tongkat komando dan topi. Selain itu dilarang membawa kendaraan dinas dan ajudan ke dalam Istana. Hal ini dikonfirmasi pihak Istana untuk mempermudah proses masuk ke Istana dan mempersingkat waktu serta keterbatasan tempat tidak adanya tempat untuk meletakan tongkat komando maupun topi, sehingga dengan aturan ini kenyamanan acara dapat berlangsung mengingat juga jumlah undangan mencapai 559 orang.

Namun jika dilihat dari aspek lain, aturan ini juga secara tidak langsung ingin menunjukkan pentingnya kesederhanaan para pejabat negara khususnya Polri, mengingat banyaknya keluhan masyarakat atas gaya hidup mewah pejabat Polri dan keluarganya.

Dalam pengarahannya, Presiden menyampaikan bahwa kondisi global dan negara sedang dalam kondisi genting sehingga para pimpinan Polri harus memiliki sense of crisis , oleh sebab itu Presiden mengingatkan masalah gaya hidup (life style) mewah jangan diumbar-umbar, jangan sampai ada kecemburuan sosial sehingga terjadi letupan-letupan di masyarakat terlebih sosial media sangat berpengaruh dalam mengabarkan hal-hal tersebut.

Secara tidak langsung Presiden mengajak kepada seluruh pejabat Polri untuk hidup sederhana.

Kita juga melihat di era modern sekarang ini juga terdapat flexing culture terutama dilakukan oleh kaum berharta. Flexing culture sendiri merupakan hal yang seseorang lakukan agar selalu terlihat menggunakan barang yang dianggap mewah. Dengan begitu, orang tersebut akan menunjukkan jika ia mampu membeli barang-barang mewah tersebut. Umumnya felxing culture dilakukan oleh para selebritis, selebgram dan influencer.

Mengapa seakan-akan hidup sederhana mulai pudar didalam masyarakat? Lantas bagaimanakah hidup sederhana dalam pandangan Islam?

Salah satu akhlak mulia dalam Islam adalah hidup sederhana dan tidak berlebihan. Anjuran hidup sederhana ini merupakan teladan dari Rasulullah SAW dan salafus saleh (orang-orang saleh terdahulu).

Di masa kenabian, salah seorang sahabat nabi yang dijamin masuk surga, Abdurrahman bin Auf merupakan salah satu dari orang-orang terkaya di tanah Arab yang hidup sederhana. Ia rela hijrah meninggalkan kekayaannya hanya dengan baju yang melekat di badan.

Kesederhanaan hidup juga diteladankan oleh Rasulullah SAW sebagaimana tergambar dalam hadis riwayat Malik bin Dinar ra, ia berkata: “Rasulullah SAW tidak pernah merasakan kenyang karena makan roti atau kenyang karena makan daging, kecuali jika sedang menjamu tamu (maka beliau makan sampai kenyang),” (H.R. Tirmidzi).

Beberapa ayat Al Quran yang mengajarkan kesederhanaan:

  1. Q.S. Al-Furqan Ayat 63
    وَعِبَادُ الرَّحْمٰنِ الَّذِيْنَ يَمْشُوْنَ عَلَى الْاَرْضِ هَوْنًا وَّاِذَا خَاطَبَهُمُ الْجٰهِلُوْنَ قَالُوْا سَلٰمًا
    Artinya: “Adapun hamba-hamba Tuhan Yang Maha Pengasih itu adalah orang-orang yang berjalan di bumi dengan rendah hati dan apabila orang-orang bodoh menyapa mereka (dengan kata-kata yang menghina), mereka mengucapkan salam,” (QS. Al-Furqan [25]: 63).
  2. Q.S. Al-Isra Ayat 27

     اِنَّ الْمُبَذِّرِيْنَ كَانُوْٓا اِخْوَانَ الشَّيٰطِيْنِ ۗوَكَانَ الشَّيْطٰنُ لِرَبِّهٖ كَفُوْرًا
    Artinya: “Sesungguhnya orang-orang yang pemboros itu adalah saudara setan dan setan itu sangat ingkar kepada Tuhannya,” (QS. Al-Isra [17]: 27).

  3. Q.S. Al-Isra ayat 37
     وَلَا تَمْشِ فِى الْاَرْضِ مَرَحًاۚ اِنَّكَ لَنْ تَخْرِقَ الْاَرْضَ وَلَنْ تَبْلُغَ الْجِبَالَ طُوْلًا

    Artinya: “Dan janganlah engkau berjalan di bumi ini dengan sombong, karena sesungguhnya engkau tidak akan dapat menembus bumi dan tidak akan mampu menjulang setinggi gunung,” (QS. Al-Isra [17]: 37).

Zuhud terhadap harta dunia

Imam Al-Ghazali memberikan pandangan terkait zuhud sebagaimana berikut:

 اعلم أنه قد يظن أن تارك المال زاهد وليس كذلك فإن ترك المال وإظهار الخشونة سهل على من أحب المدح بالزهد

Artinya, “Ketahuilah, banyak orang mengira, orang yang meninggalkan harta duniawi adalah orang yang zuhud (zahid). Padahal tidak mesti demikian. Pasalnya, meninggalkan harta dan berpenampilan “buruk” itu mudah dan ringan saja bagi mereka yang berambisi dipuji sebagai seorang zahid,” (Imam Al-Ghazali, Ihya Ulumiddin, [Beirut, Darul Fikr: 2018 M/1439-1440 H], juz IV, halaman 252).

Imam Malik ra adalah orang yang zuhud di mana harta duniawi tidak singgah di dalam hati dan pikirannya. Sementara ia adalah ulama besar yang kaya raya.

وليس الزهد فقد المال وإنما الزهد فراغ القلب عنه ولقد كان سليمان عليه السلام في ملكه من الزهاد

Artinya, “Zuhud bukan berarti ketiadaan harta duniawi. Zuhud merupakan kesucian hati dari harta duniawi. Nabi Sulaiman as sendiri di tengah gemerlap kekuasaannya tetap tergolong orang yang zuhud,” (Imam Al-Ghazali, 2018 M/1439-1440 H: I/43).

Imam Al-Ghazali kemudian menjelaskan tiga tanda kezuhudan.

  1. Tidak terpengaruh oleh keberadaan dan ketiadaan harta
  2. Tidak terpengaruh oleh pujian dan hinaan.
  3. Terhibur atau senang dengan Allah SWT

Memiliki harta yang banyak tidaklah dilarang dalam Islam, namun sangat penting agar hati tidak dikuasai oleh nafsu untuk bersombong-sombong dengan harta yang dimiliki. Konsep harta dalam Islam yaitu diperoleh dengan cara yang halal dan baik serta dikeluarkan untuk hal-hal yang baik

Memang sudah seharusnya para pimpinan dan masyarakat di Negeri ini mampu untuk menunjukkan rasa empati dengan tidak bergaya hidup mewah. Jadikan gaya hidup sederhana menjadi sebuah kebutuhan dan culture bagi bangsa Indonesia sehingga bangsa Indonesia menjadi bangsa yang berkeadilan dan beradab.

Sumber:
www.islam.nu.or.id
www.tirto.id